Halaman

TINJAUAN TEORI TENTANG FILSAFAT (Kajian singkat tentang fillosofi ilmu, kebenaran dan keyakinan)

| Rabu, 25 Juli 2012
            Kajian ini berangkat dari beberapa pertanyaan mendasar tentang filosofi ilmu, kebenaran dan keyakinan yang diarahkan pada satu kesimpulan bahwa  filsafat sebenarnya mengajarkan manusia lebih bijaksana berfikir dan bertindak karena sesungguhnya pangkal seluruh kajian teori ilmu apapun di dunia ini bersumber dari sang maha pemilik ilmu.. Allah Azzawajalla….

1. What we know about philosophy of Truth, knowledge and belief?
             Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami terlebih dahulu makna filsafat secara umum. Para filsuf mendefinisikan filsafat dengan makna dan bahasan yang berbeda, meskipun pada dasarnya tetap saja mengarah pada suatu kesimpulan bahwa filsafat mengajak manusia berfikir secara menyeluruh, mendasar dan spekulatif.

Herodotus mengatakan filsafat adalah perasaan cinta kepada ilmu kebijaksanaan dengan memperoleh keahalian tentang kebijaksanaan itu.[1] Plato mengatakan filsafat ada-lah kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan penge-tahuan yang luhur. Aristoteles (384-322 sm) mengatakan filsafat adalah ilmu tentang kebenaran.[2] Cicero (106-3 sm.) mengatakan filsafat adalah pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.[3]
Thomas Hobes (1588-1679 M) salah seorang filosof Inggris mengemukakan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan hubungan hasil dan sebab, atau sebab dan hasilnya dan oleh karena itu terjadi perubahan.[4] R. Berling mengatakan filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang bebas diilhami oleh rasio mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman-pengalaman.[5]
Alfred Ayer mengatakan filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang sudah semenjak zaman Yunani dalam hal-hal pokok. Pertanyaan-perta-nyaan mengenai apa yang dapat diketahui dan bagaimana mengetahuinya, hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya satu sama lain. Selanjutnya mempermasalahkan apa-apa yang dapat diterima, mencari ukuran-ukuran dan menguji nilai-nilainya apakah asumsi dari pemikiran itu dan selanjutnya memeriksa apakah hal itu berlaku.[6]   

Immanuel Kant (1724-1804 M) salah seorang filosof Jerman mengatakan filsafat adalah pengetahuan yang men-jadi pokok pangkal pengetahuan yang tercakup di dalam-nya empat persoalan : yaitu Apa yang dapat diketahui, Jawabnya : Metafisika. Apa yang seharusnya diketahui ? Jawabnya : etika. Sampai di mana harapan kita ? Jawabnya :Agama. Apa manusia itu ? Jawabnya Antropologi.[7]

Al-Kindi (800-873) menyatakan”kegiatan manusia yang bertingkat tertinggi adalah filsafat, yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakekat semua yang ada sejauh mungkin  bagi manusia……Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran”
Scienta rerum percausal ultimas (Pengetahuan merupakan hal ihwal berdasarkan sebab musabab mendasar)

            Pokok utama yang dikaji dalam filsafat adalah logika (tentang benar dan salah), etika (tentangbaik dan buruk) dan estetika (tentang yang indah dan jelek). Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) , dimana ilmu merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menunjukan cirri-ciri tertentu.[8]

            Karl Popper (1902-…) menyatakan bahwa semua manusia adalah filsuf karena berfikir tentang hidup dan kematian, sedangkan Heidegger (1889-1976) menyatakan bahwa berfilsafat adalah berfikir tentang berterima kasih kepada sang pemberi hidup (Tuhan).

            Menurut Jujun S. Suriasumantri, pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, sedangkan kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu.Pengetahuan adalah informasi / maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang (id. Wikipedia). Pengetahuan dapat pula diperoleh dari pengalaman, hal ini dilakukan dengan cara mengulangi kembali pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lampau. (Noadmodjo).

            Al farabi memandang bahwa ilmu dipahami sebagai batang tubuh pengetahuan  yang terorganisir dan sebagai disiplin yang mempunyai tujuan, premis dasar, dan objek serta metode penelitian tertentu. Beliau mempertahankan pandangan bahwa sebagian ilmu lebih utama dari ilmu yang lain karena untuk sampai pada klaim kebenaran sekaligus pembuktiannya harus menggunakan metode yang lebih sempurna. Konsepsi Al Farabi ini dijumpai dalam teori logis-nya yang berkaitan dengan silogisme.[9]

            Secara filosofi, ilmu bukanlah sekedar pengetahuan, tetapi merupakan kumpulan pengetahuan berdasarkan teori yang disepakati dan  secara sistematis  dapat diiuji dengan seperangkat metode tertentu. Ilmu terbentuk dari pengetahuan yang dimilikinya. (Perkuliahan Filsafat ilmu, 8 Oktober 2011)

            Sedangkan keyakinan didefinisikan lebih luas sehingga memasukkan penerimaan tanpa Tanya mengenai sebagian besar fakta ilmiah. Pendukung terbesar tentang teori ini adalah Thomas Kuhn (1922-1996), beliau menyatakan bahwa  setiap saat dalam sejarahnya tiap cabang sains dibangun dari sekumpulan konsep dan teori secara resmi tanpa dipertanyakan. Hal ini membantah teori filsifikasi Popper yang menyatakan bahwa perubahan sains dilakukan dengan menyanggah apa yang diyakini sebelumnya, sebaliknya Khun memandang bahwa sains adalah aktivitas yang muncul untuk mengungkapkan fakta yang mendukung sebelumnya, sehingga peninggalan paradigma yang lama terjadi ketika muncul paradigma yang baru.

            Keyakinan juga diartikan sebagai suatu sikap yang ditujukan oleh manusia saat dia merasa cukup tahu dan meyimpulkan bahwa tahu.(id. Wikipedia)

            Dari uraian tentang fillosofi ilmu, kebenaran dan keyakinan, dapat ditarik suatu benang merah bahwa kebenaran diawali dari pengetahuan  yang diyakini kebenarannya karena telah diuji dan menjadi keyakinan yang tidak terbantahkan.Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.

Adapun Jenis-jenis Kebenaran dapat dilihat dalam beberapa segi yaitu:
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu dapat dibedakan  menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhanan dan pertama yang  
    dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah
     pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu
    semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati
    oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,rasio, intelektual).
Kebenaran Absolut, abadi dan universal berasal dari Allah swt, yang secara filosofis dapat dilihat dalam  teori kebenaran agama, dimana kebenaran diperoleh dari wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama, dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran. Dan kebenaran mutlak ini pula yang menimbulkan keyakinan utama manusia bahwa sebenarnya Wahyu yang bersumber dari Tuhan, dengan kitab suci dan haditsnya adalah fakta yang tidak terbantahkan bagi penganutnya.
2. How can we know it?
Pertanyaan ini menimbulkan pertanyaan baru, bahwa dari dimensi mana kita memandang cara-cara yang dilakukan dan  menjadi acuan untuk mengetahui apa yang kita tahu tentang ilmu, kebenaran dan keyakinan.
Secara internal, untuk mengetahui suatu ilmu, kita mulai dengan adanya rasa ingin tahu dan timbulnya masalah dalam kehidupan kita yang mendorong kita untuk melakukan proses berfikir,  sehingga timbul lagi aktivitas-aktivas baru  yaitu membaca, menyimak, mencari, memahami, mendengar dan lain sebagainya yang dapat melengkapi proses berfikir kita sehinga kita menjadi tahu.
Secara Eksternal untuk dapat mengetahui kebenaran suatu ilmu, harus diuji melalui teori-teori kebenaran, yaitu:
1. Teori Corespondence (Bertrand Russel 1872-1970) ® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.

2. Teori Consistency/coherency ® Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap reliable jika kesan-kesan yang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.

3. Teori Pragmatisme ® Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode project atau medoe problem solving dari dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Secara sederhana, teori ini menegaskan bahwa kebenaran diukur berdasarkan tingkat kemanfaatannya. Pengetahuan dianggap benar jika mendatangkan kemaslahatan. Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Charles S Pierce (1839-1914) dalam makalahnya How to make our ideas clear, yang diikuti oleh awilliam James  (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Herbert Mead(1863-1931) dan C.I. Lewis.[10]

4. Kebenaran Religius ® Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasio dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Dengan demikian untuk mengetahui hakekat hidup manusia yang berkenaan dengan kebenaran, keyakinan dan pengetahuan, dapat dilakukan dengan cara:
- Berfikir yang merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran, meskipun yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain (kebenaran relative)
- Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran dengan mengukur kebenaran melalui teori-teori kebenaran filsafat

3. How do we acquire knowledge?
Proses memperoleh ilmu didapat melalui: Wahyu, Intuisi, Rasio, Empiris, dan Otoritas.
Wahyu adalah Pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia melalui para nabi yang diutusNya sepanjang jaman. Agama merupakan pengetahuan yang bukan hanya sekedar kehidupan sekarang, tapi juga mencakup masalah-masalah transcendental. Pengetahuan berdasarkan Kepercayaan terhadap Tuhan sebagai sumber pengetahuan. Al-hazali menyatakan bahwa klaim yang mengungkapkan kesanggupan akal dalam memahami kebenaran-kebenaran terlepas dari wahyu harus ditolak.

Intuisi adalah Pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Dalam hal seseorang kadang menemukan jawaban atas masalahnya secara tiba-tiba yang muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Intuisi bersifat personal dan tidak dapat diramalkan.Kegiatan intuitif dan analitik bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran.
Rasio adalah  pemikiran menurut akal sehat; akal budi; nalar; (nomina) (ttp://www.kamusbesar.com/32401/rasio). Kaum Rasionalis mengembangkan faham apa yang kita kenal dengan Rasionalisme. Mereka mengunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya, penalarannya didapat dari ide yang menurut mereka jelas dan dapat diterima, ide ini menurut anggapan mereka bukanlah ciptaan fikiran mereka, namun sudah tercipta seiring dengan penciptaan manusia. Sederhananya  kaum rasionalis beranggapan bahwa ide bersifat apriori dan prapengalaman yang didapat manusia lewat penalaran rasional.

Empiris adalah berdasarkan pengalaman (terutama yg diperoleh dr penemuan, percobaan, pengamatan yg telah dilakukan) (adjektiva) (http://www.kamusbesar.com/10264/empiris).     Kaum empiris mendasarkan diri kepada pengalaman dan mengembangkan paham yang disebut empirisme. Berbeda dengan kaum rasionalis. Menurut kaum empiris, pengetahuan manusia tidak didapat melalui penalaran rasional yang abstrak, melainkan melalui pengalaman-pengalaman yang konkret.

Otoritas adalah  Pernyataan  yang disampaikan para ahli (Drs. Uyoh sadulloh, Pengantar filsafat Pendidikan). Otorita juga diartikan sebagai  kekuasaan yg sah yg diberikan kpd lembaga dl masyarakat yg memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya; (nomina)hak untuk bertindak; (nomina), kekuasaan; wewenang; (nomina)  hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain (nomina) (http://www.kamusbesar.com/27961/otoritas). Hal ini dimaksudkan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui orang-orang yang berwenang menyampaikan pengetahuan.

4. Why philosophy of Truth, knowledge and belief are important for education planning?

Beberapa ahli yang mendefisinikan Education Planning/Perencanaan Pendidikan, diantaranya adalah :
Good (1959-…): Suatu proses untuk menetapkan tujuan, menyediakan fasilitas serta lingkungan tertentu, mengidentifikasikan prasarat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan serta menetapkan sara yang efektif dan efisien dalam usaha membentuk manusia agar memiliki kompetensi social dan individual secara maksimal.
Albert Waterston (1975): Perencanaan Pendidikan sebagai suatu bentuk investasi yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatan pembangunan yang didasarkan kepada pertimbangan ekonomi dan biaya serta  keuntungan social.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan secara managerial adalah proses mencapai tujuan pendidikan. Dimana tujuan pendidikan yang paling luhur adalah menjadikan manusia lebih baik, lebih bermoral dan lebih cerdas. Inilah yang melatar belakangi pentingnya filsafat ilmu, kebenaran dan keyakinan dalam menentukan perencanaan pendidikan, karena filsafat mengajak manusia berfikir secara universal dan mendasar, maka manusia akan lebih mengenal jati dirinya sehingga ia tidak akan merasa baik dari yang lain.
Secara praktikal administrative, perencanaan pendidikan meliputi 3 aspek, yaitu lingkup kecil, menengah dan luas. Perencanaan disetiap lingkup tersebut harus difikirkan secra baik agar siostem pendidikan yang terbentuk mempunyai tujuan yang jelas. Hal ini adalah fungsi utama perencanaan dalam pendidikan yaitu Peningkatan Mutu Pendidikan. Bila mengutip pernyataan Herodotus bahwa filsafat adalah cinta terhadap ilmu kebijaksanaan, maka perencanaan pendidikan haruslah didasarkan pada cinta terhadap ilmu yan mendorong manusia menjadi lebih bijaksana.
Sederhananya, bila Filsafat tentang kebenaran, pengetahuan dan keyakinan telah menjadi dasar dalam penetapan perencanaan pendidikan baik dalam tataran konseptual, maupun dalam tataran praktikal, maka akan terbentuklah manusia-manusia yang memiliki cinta, kasih saying, tidak angkuh, lebih bijak dan yang utama adalah lebih mengenal dirinya sebagai ciptaan Allah Swt, sebagai sumber dari segala pengetahuan yang mutlak kebenarannya.





[1]Hamzah Ya`qub, Filsafat Agama,  Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991, hlm. 3.
[2]Ibid.
[3]Ibid.
[4]Ibid. 
[5]Gerard Beekman, Filsafat para Foloosf Berfilsafat, diterjemahkan  oleh R. A. Rifai  dari Filosofie, Filosofen, dan Filosoferen, Jakarta : Erlangga, 1984, hlm. 14.
[6]Ibid., hlm.  15.
[7] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai James, Bandung : Rosdakarya, 1994, hlm.9.
[8]Jujun S. Suriasumantri, Filsafat ilmu :Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, 1982, hlm 32.
[9] Osman Bakar, Hierarki Ilmu :Membangun rangka Pikir Islamisasi Ilmu, Penerbit Mizan, 1990, hlm 104.




DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai James, Bandung :   
 Rosdakarya, 1994.
 2.Gerard Beekman, Filsafat para Filosof Berfilsafat, diterjemahkan  oleh R. A. Rifai  dari
 Filosofie, Filosofen, dan Filosoferen, Jakarta : Erlangga, 1984.
3. Hamzah Ya`qub, Filsafat Agama,  Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991.
4. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat ilmu :Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,
            1982.
5. Osman Bakar, Hierarki Ilmu :Membangun rangka Pikir Islamisasi Ilmu, Penerbit Mizan,
1990.
6. Tim Penyusun, Landasan Teori Manajemen Pendidikan, Program Pacasarjana, Universitas
Pakuan, 2007

INTERNET

1. http://sites google.com/site/afrizalmansur/filsafat agama.
2. http://www.google.co.id/#filsafat+pengetahuan
5. http://www.kamusbesar.com/27961/

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2010 just do it... Blogger Template by Dzignine